Monday, January 25, 2010

al-Umuru bi Maqasidiha


النية شرط لسائر العمل بها الصلاح والفساد للعمل
niat itu adalah syarat bagi semua amalan dalam ibadah dengan niat akan diketahui baik & buruknya amalan.

 الامور بمقاصدها

  1. Pendahuluan
Qawaidul fiqhiyah  (kaidah-kaidah fiqih) adalah sesuatu yang sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi kita semua. Akan tetapi tidak sedikit orang yang kurang memahami tentang hal ini, untuk itu perlu kiranya kita untuk mempelajari dan mengkaji ulang ilmu ini. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih kita akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqih. Selain itu kita juga akan menjadi  lebih arif dalam menerapkan fiqih pada waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Dengan mempelajari kaidah fiqih, diharapkan pada akhirnya kita juga bisa menjadi lebih moderat dalam menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sehingga kita bisa mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat dengan lebih baik.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang kaidah fiqih yang pertama, yaitu  الامور بمقاصدها  (al-Umuru bi Maqasidiha). Kaidah ini membahas tentang kedudukan niat yang sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna perbuatan seseorang, apakah seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat ibadah kepada Allah dengan melakukan perintah dan menjauhi laranganNya. Ataukah dia tidak niat karena Allah, tetapi agar disanjung orang lain.

  1. Definisi
Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Ahmad Warson menembahkan bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara).  Dalam tinjauan terminologi, kaidah memiliki beberapa arti. Menurut Dr. Ahmad asy-syafi’i dalam buku Usul Fiqih Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah, ”Kaum yang bersifat universal (kulli) yang diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak”.
Berbeda dengan mayoritas Ulama Ushul yang mendefinisikan kaidah dengan,”Hukum   yang   biasa   berlaku    yang   bersesuaian   dengan  sebagian   besar bagiannya”.
Fiqih secara etimologi lebih dekat dengan ilmu, sebagaimana yang banyak dipahami, yaitu  Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” (Q.S. At-Taubat : 122). Dan juga Sabda Nabi SAW, yang artinya ”Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya diberikan kepadanya kepahaman dalam agama”.
            Sedangkan menurut istilah, Fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci).
Jadi, dari semua uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Qawaidul Fiqihiyah adalah :
”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-hukum cabang itu”.


  1. Hakekat dan Urgensi Niat
Dalam beberapa referensi, niat adalah syarat amalan itu dinilai  sebagai ibadah
النية شرط لسائر العمل بها الصلاح والفساد للعمل
Niat itu adalah syarat bagi semua amalan dalam ibadah dengan niat akan diketahui baik & buruknya amalan.
وقد عبر بعض العلماء عن هذه القاعدة بعنوان آخر فقالوا: لا ثواب إلا بنية،
Ada sebagian ulama' mengemukakan qaidah ini dengan lafad & siyaq ( susunan kata ) yang berbeda : yaitu : la sowaba illa binniyat ( tidak sah suatu amalan kecuali dengan niat ) Atau redaksi yang lain mengatakan ( jumhur ulama') : al umuru bimaqosidiha  Artinya :  Segala sesuatu amalan tergantung niat & tujuannya .
ذكر المؤلف هنا أن النية شرط لتصحيح العمل، والمراد بالنية القصد- يقال: نوى كذا بمعنى قصده، ويراد بالنية في الاصطلاح العزم على الفعل، فمن عزم على فعل من الأفعال قيل بأنه قد نواه، وبعض العلماء يعرف النية بأنها قصد التقرب لله - عز وجل - وهذا لا يصح؛ لأن النية على نوعين: نية صحيحة بقصد التقرب لله   عز وجل - ونية التقرب لغيره، وهذه أيضا من أنواع النيات، ولكل حكمه.
Niat merupakan syarat sah tidaknya suatu amalan, adapun yang di maksud niat adalah : a' qosdu ( tujuan & keinginan) jika di katakan : nawa kadha : artinya : maksud & tujuannya. Adapun makna niat secara istilah :" al azmu 'alal fi'il ( berkeinginan kuat untuk mengerjakan suatu amalan ) maka barang siapa yang memiliki keinginan kuat untuk berbuat suatu amalan maka sudah di katakan itu dia telah berniat, dan sebagian ulama' menjelaskan arti niat maknanya : "  berkeinginan & bertujuan mendekatkan diri kepada Allah , dan ini kurang tepat , karena disana ada 2 kemunkinan : niat yang benar untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ada pula niat untuk mendekatkan diri kepada selain Allah, dan ini juga termasuk niat , dan semuanya ada hukum dan perinciannya.
  1. Dalil Niat Merupakan Syarat Amalan.
Dalilnya dari hadist Umar ibnu Khotob :
وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب قال: سمعت رسول الله يقول: إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه( متفق عليـــه
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
وهذا الحديث حديث عظيم حتى قال طائفة من السلف، ومن علماء الملة: ينبغي أن يكون هذا الحديث في أول كل كتاب من كتب العلم؛ ولهذا بدأ به البخاري -رحمه الله- صحيحه، فجعله أول حديث فيه حديث إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى بحسب اللفظ الذي أورده في أوله.  وهذا الحديث أصل من أصول الدين، وقد قال الإمام أحمد: ثلاثة أحاديث يدور عليها الإسلام:  حديث عمر: إنما الأعمال بالنيات .
وحديث عائشة: من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد .  وحديث النعمان بن بشير: الحلال بين والحرام بين 
Hadist ini merupakan hadist yang amat agung sehingga sebagian ulama' salaf berkata: " hendaknya hadist ini diletakkan diawal kitab dari kitab-kitab ilmu agama, karena itulah Imam Bukhari memulai menulis hadist dalam kitab shohihnya dengan hadist ini ( inamal a'malu binniyat ). Dan hadist ini merupakan salah satu usul ( pondasi ) dari sekian pondasi agama, dan telah berkata Imam Ahmad : " tiga hadist yang berputar & di bangun di atasnya Islam yaitu :
  1. Hadist Umar RA ini : Inamal a'malu binniyat. ( sesunggunya amalan tergantung niyatnya )
  2. Yang kedua hadistnya Aisyah RA : " Barang siapa mengada-ada ( berbuat bid'ah) suatu amalan dalam agama kami ( islam ) yang tidak ada contohnya ( dari rasulullah ) maka amalanya tertolak ( lihat arbain nawawi hadist ke 5 ) .
  3. Hadistnya Nu'man bin Basyir : sesunggunya halal telah jelas dan haram sudah jelas ( lihat arbain nawawi hadist ke 6 )
  1. Kedudukan & Fungsi Niat
Kedudukan niat adalah didalam hati namun dalam hal melafadkan niat & menjaherkannya ulama masih silang pendapat kecuali pada ibadah ibadah haji /umrah .
Fungsi niat adalah :                        
1. Untuk membedakan amalan itu ibadah ataupun adat dan perbuatan biasa.
Misal : mandi , mandi ini adalah hal biasa, namun jika dilakukan dengan niat ibadah , maka mandi ini akan bernilai ibadah, misal mandi wajib, mandi sebelum ihram, mandi sebelum sholat jum'at, begitu juga orang berkumur-kumur kemudian mencuci muka dan tangan dan mengusap kepala serta kaki , kalo dilakukan habis bangun tidur dengan tujuan biar bersih maka ini adalah hal biasa bukan ibadah, namun jika di lakukan dengan niat wudhu maka inilah ibadah dsb.
2. Untuk membedakan amalan satu dengan yang lainnya. Misalnya: orang menjamak sholat dhuhur dan asar, keduanya dilakukan dalam satu waktu & sama-sama 4 raka'at , maka untuk membedakan ini sholat dhuhur & itu sholat asyar adalah dengan niat, atau misalnya : kita masuk masjid kemudian kita sholat 2 raka'at , ada kemunkinan kita melakukan sholat tahiyatal masjid atau sholat sunnah qobliyah ( sunnah rawatib ) untuk membedaknya adalah dengan niat dsb. Dan dengan niat akan diketahui benar salahnya amalan itu, karena syarat ibadah selain niat adalah iklash dan mutaba'ah ( mengikuti sunnah nabi ) dan ibadah apapun harus memenuhi syarat ini, sedang iklhas ataupun tidak amalan tersebut juga tergantung niatnya , kalo niyatnya iklhas maka ibadahnya benar tapi kalo niatnya riya' maka ibadahnya salah.

  1.  Ayat dan Hadist Yang Berhubungan dengan Niat
Allah telah berfirman :

 
“Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” ( Al Bayyinah : 5 ) 


“ Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. 17:19. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. ( Al Isra': 18-19 )  



“Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”.( An Nisa: 114 )



Rasulullah telah bersabda : 


Hadistnya mua'd RA sesunguhnya rasulullah telah bersabda : " barang siapa yang berperang karena ghonimah maka baginya niat tersebut ( artinya: dia tidak mendapat pahala karena niatnya untuk mendapat harta rampasan perang).


Dan dalam musnad sesunggunya rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya antara 2 kelompok yang berperang ( saling membunuh ) Allah lah yang tahu niat dalam hatinya (Al Hafidh Ibnu Hajar menghukumi bahwasannya hadist ini rawinya terpercaya sebagaiamana beliau berkata : rijaluhu mausuqun.

Dalam hadist lain dikatakan : "kemudian Allah membangkitkan manusia sesuai dengan niatnya " 
  1. Beberapa kaidah derivasi dari al-umuru bimaqaashidiha

a.                  .

“Tidak ada pahala selain dengan niat”
Selama perbuatan-perbuatan itu tidak dianggap baik atau buruk jika tanpa niat dari pelakunya, maka amal itu tidak akan memperoleh pahala selama tidak diniatkan yang baik. Ketetapan semacam ini telah disepakati oleh seluruh ulama.
Adapaun menegenai sahnya amal , ada yang telah disepakati oleh para ulama bahwa niat itu sebagai syaratnya, seperti shalat dan tayammum. Dan ada juga yang masih diperselisihkan, seperti niat di dalam wudhu. Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah menganggap niat itu sebagai fardhu (wajib), ulama Hanabilah menganggapnya sebagai syarat sahnya dan ulama Hanafiyyah  menetapkan sebagai sunnat muakkadah. Artinya jika dengan niat, wudhunya merupakan ibadah yang dipahalai, jika tidak, tidak dipahalai, sekalipun shalatnya sah juga.

b.                  .

Dalam amal yang disyaratkan menyatakan niat, maka kekeliruan pernyatannya membatalkan amalnya.
Misalnya kekeliruan menyatakan niat :
            Dalam semmbahyang  zhuhur dengan sembahyang ashar. Menjadikan tidak sahnya amal perbuatan  yang dilakukan. Disebebkan masing-masing dari perbuatan itu dituntut adanya pernyataan niat untuk membedakan  ibadah yang satu dengan yang lainnya.
c.                   .


Perbuatan yang secara keseluruhan diharuskan niat tetapi secara terperinci tidak diharuskan menyatakan niatnya, maka bila dinyatakan niatnya, ternyata keliru,  berbahaya.
Misalnya seseorang yang niat shalat makmum kepada Muhammad, tetapi ternyata yang menjadi imam bukan Muhammad, tetapi Amin. Shalat jama’ah tersebut menjadi tidak sah. Sebab keimamahannya telah digugurkan oleh Muhammad, lantaran bermakmum kepada Amin tanpa diniatkan. Menyatakan siapa imamnya dalam sembahyang berjamaah tidak disyariatkan, tetapi yg disyariatkan adalah niatnya berjamaah.

d.                  .


Perbuatan yang secara keseluruhan, maupun secara terperinci tidak disyaratkan mengemukakan niat, bila dinyatakan dan ternyata keliru, tidak berbahaya.
Misalnya ketika ada seseorang yang sholat ashar di masjid dengan menyatakan niatnya sholat di masjid Ulil Albab, padahal ia sholat di masjid Syuhada, maka sholat orang tersebut tidak batal. Sebab niat sholatnya sudah dipenuhi dan benar, sedang yang keliru adalah pernyataan tempatnya. Kekeliruan tentang tempat sholat tidak ada hubungannya dengan niat sholat, baik secara garis besarnya atau terperinci.
e.                   .

Maksud lafadz tergantung pada orang yang mengatakannya.
Misalnya suami memanggil istrinya yang bernama thaliq (orang yang tertalaq) atau seorang pemilik budak yang memanggil namanya hurrah (orang yang merdeka), maka jika memanggilnya tersebut dengan maksud mentalaq atau memerdekakan budaknya, tercapailah maksudnya. Tetapi apabila maksudnya hanya memanggil saja, maka tidak akan membawa akibat demikian.

H. Kesimpulan

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes