Monday, January 25, 2010

Rekonstruksi Murabahah Sebuah Ijtihad Solusi Pembiayaan



 1. Pengantar

Menjamurnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dewasa ini bukan merupakan gejala baru dalam dunia bisnis. Keadaan ini ditandai dengan semangat tinggi dari berbagai kalangan, baik itu para ulama, akademisi maupun praktisi yang mengembangkan lembaga keuangan tersebut dari
sekitar pertengahan abad 20.

Hal yang tidak bisa dipungkiri, LKS menjadi pilihan bagi pelaku bisnis sampai dengan pertengahan tahun 2001. Di Indonesia bahkan telah berdiri ribuan lembaga keuangan syariah termasuk lembaga yang berbetuk balai usaha dan sosial yang familiar kita sebut dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Sesungguhnya LKS memiliki core product pembiayaan berupa produk bagi hasil, yang dikembangkan dalam produk pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Meski jenis produk pembiyaan dengan akad jual beli (murabahah, salam dan istishna) dan sewa (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) juga dapat dioperasionalkan. Namun kenyataannya, LKS tingkat dunia maupun di Indonesia produk pembiayaannya masih didominasi oleh produk pembiayaan dengan akad jual beli (tijarah) yang berbentuk murabahah.
Hal itu menunjukkan kesenjangan antara teori dan praktek pelaksanaan produk LKS. Sungguh pun sebetulnya LKS berkeinginan mengembangkan produk pembiayaan bagi hasil, namun kondisi masyarakat belum menyediakan iklim yang diinginkan.
Semenjak lahirnya LKS tidak pernah lepas dari kritik, khususnya produk murabahah, masih banyak yang meragukannya dari sisi syariah, karena tidak terlalu jauh berbeda dari pembiyaan kredit pada lembaga keuangan konvensional. Bahkan penulis menemukan sekian banyak dari tulisan kritikan tajam terhadap murabahah ada suatu himbauan kepada kaum muslimin agar tidak bertransaksi dengan LKS yang ada produk murabahahnya.
Hal itulah yang melatar balakangi penulis konsen dalam penkajian produk LKS dan menganggap masalah murabahah perlu selalu didiskusikan, semoga upaya yang amat sederhana ini dapat memberikan pencerahan terhadap hakikat murabahah. Amin.

2. Mengenal Murabahah dari Sisi Historis


Dalam catatan Imam Muhammad Amin bin Umar2 yang lebih populer dengan sebutan Ibnu Abidin, dan catatan Ibnu Hazem3 bahwa murabahah adalah sistem jual –beli yang diciplak dari negara Persia (salah satu negara adidaya disaat itu) oleh masyarakat Arab Islam dalam aktivitas bisnis mereka pada abad pertama hijriah.
Murabahah lebih dikenal dengan : " 4 " ده يازده , maksudnya: "saya menjual barang kepadamu dengan keuntungan 1 dirham dari setiap 10 dirham".
 Seiring perkembangannya, murabahah akhirnya menjadi sistem jual–beli yang dilegitimasi oleh para ulama klasik, bahkan keabsahannya merujuk kepada konstitusi ulama (ijma'), Imam Al-Kasani5 (dari ulama Hanafi) menjelaskan bahwa sepanjang sejarah semenjak diperaktekan sistem murabahah dari generasi ke generasi tidak ada segelintir komunitas muslim dan ulama yang mengingkari akan keabsahanya sistem jual-beli murabahah, Hal itu dapat dijadikan rujukan sebagai bentuk ijma'6, disamping itu ada banyak alasan sistem jual-beli murabahah ini diterima oleh banyak kalangan dan menjadi dominan di saat itu diantaranya adalah karena sistem ini bersifat amanah, sehingga si pembeli yang yang kurang memahami banyak spesifikasi barang dan harganya terbantu oleh si penjual yang propesional dan jujur7.


3. Murabahah Menurut Etimologi dan Terminologi


a.      Pengertian Murabahah dalam etimologi Bahasa Arab.


Murabahah atau مرابحة asal kata dari ism masdar ربح yang berarti : sesuatu yang tumbuh dalam dagangan ( النماء في التجارة ), maka bagi orang Arab seseorang itu dianggap untung kalau aset dagangannya tumbuh /bertambah, hal ini senada dengan ayat Al-qur'an فما ربحت تجارتهم ) 8 ) artinya : maka tidaklah bertambah (untung) perniagaan mereka.
Para ahli bahasa Arab9 mengkomentari bahwa: dikatakan murabahah (saling meguntungkan) karena masing-masing dari pihak pembeli dan pihak penjual saling menguntungkan, si penjual bertambah modal dagangannya dan si pembeli bertambah aset usahanya.

b.      Pengertian Murabahah dalam termonologi


Pengertian Klasik


Dari studi kepustakaan tentang pengertian murabah menurut ulama syariah klasik (Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambali) penulis menemukan kesepakatan mereka bahwa murabahah terdiri dari dua unsur yang utama :
• Pertama, harga pokok ditambah biaya-biaya –cost– yang timbul dari pembelian/ pengadaan barang yang pasti, kecuali biaya dilakukan secara estimasi, hal ini hanya Ulama Hanafiyah dan Syafi'iyah yang
membolehkan biaya estimasi asalkan dirinci dengan jelas. Dan semua Ulama sepakat agar pemisahan antara harga pokok dan biaya-biaya.
• Dan kedua, keuntungan.

Karena murabahah adalah sistem jual beli bersifat amanah, maka seharusnya harga pokok awal dan tambahan/ keuntungan (margin) transparan. Dari kesimpulan di atas, penulis mencoba memberikan pengertian murabahah menurut pandangan klasik adalah : "Transaksi jual-beli dengan harga pokok - include biaya-biaya- ditambah dengan margin secara transparan sesuai kesepakatan bersama antara pembeli dan penjual"

Pengertian Kontemporer


Sistem jual-beli murabahah yang diterapkan/ diaplikasikan banyak oleh lembaga keuangan syariah sekarang ini adalah بيع المرابحه للآمر بالشراء  atau murabahah dengan pesanan pembelian, adalah hasil inovasi rekonstruksi murabahah yang dipelopori dan disosialisasikan pada lembaga keuangan islam oleh DR. Sami Hasan Hamud pada saat mempertahankan desertasinya yang diajukan pada Universitas Al-Azhar, Mesir 10. Beliau menguraikan pengertiannya sebagai berikut :
"suatu kesapakatan antara pihak bank dan nasabah, agar bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah, dan nasabah akan mebelinya serta bank menjual kepadanya dengan sistem pembayaran tunai atau tunda, yang sudah ditentukan harga pokok pembelian ditambah keuntungan ( margin ) terlebih dahulu."
Lahirnya inovasi baru ini sesungguhnya DR Sami terinspirasi dari karya para Ulama Klasik juga, sekalipun istilah yang dipakai berbeda, hal itu dapat ditelusuri dari karya-karya mereka diantaranya :
Kitab Mabsut karya Imam Assarkhasi, dijelaskan bahwa Muhammad bin Hasan Asysyaibani dalam kitab tersebut menguraikan karakteristik murabahah, yaitu :
Ø  Jenis murabahah ini cocok untuk properti, antara pemesan dan pihak yang diberi pesanan harus sepakat dalam menentukan harga pokok properti dan tambahan /keuntungan (margin) sewaktu perjanjian.
Ø  Perjanjian dalam murabahah jenis ini bukanlah suatu keharusan, artinya pemesan tidak terikat walaupun sudah memesan barang, pemesan dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
Ø  Keharusan adanya ijab (permintaan dari pemesan) dan qabul (persetujuan atas permintaan dari yang diberi pesanan).
Demikian juga di kitab Al-Umm karya Imam Syafi'i, beliau menguraikan karakteristik murabahah, di antaranya :
Ø  Boleh bagi pemesan/ nasabah menentukan spesifikasi pesanannya.

Ø  Terjadi kesepakatan dalam penentuan keuntungan (margin) pada saat perjanjian.

penentuan besar kecilnya keuntungan (margin) berdasarkan kelihaian yang diberi pesanan dalam meyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang diminta, kualitas pesanan dan kemampuannya memperoleh dengan harga yang relatif murah.
Ø  Sistem pembayaran pemesan (cash atau cicil) jadi patokan dalam penentuan keuntungan.
Ø  Kebebasan yang sempurna bagi yang diberi pesanan dalam penyedian barang dari berbagai suplaier dan produsen agar dapat memperoleh barang yang lebih berkualitas dan biaya-biaya pengadaannya dapat di tekan.
Ø  Imam Syafi'i menguraikan alasan ketidakterikatnya pemesan disebabkan janji walaupun sudah memesan barang (pemesan dapat menerima atau membatalkan barang tersebut) disaat perjanjian, yaitu: menghindari peraktek jual-beli barang/ komoditas apapun yang belum dimiliki oleh penjual dan unsur spekulasinya. Sama halnya pada referensi para Ulama Malikiyyah seperti : At-Taaj karya Ibnu Qasim, Syareh Al-kabir karya Addardir, Mawahib al-Jalil karya Ibnu Abdurrahman. Begitu juga pada referensi Ulama Hanafiyah, yaitu Ilamul muwaqqi'in karya Ibnu Qayyim.
Dari semua referensi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara karakteristik murabahah itu:
Ø  Bagi masing-masing yang melakukan transaksi –baik pihak pemesan maupun yang diberi pesanan– memiliki hak khiyar (memilih) membeli atau tidak setelah barang pesanan dimiliki oleh yang dipesan.
Ø  Tidak ada unsur keterikatan dalam perjanjian dan janji, seandainya sepakat kedua untuk saling mengikat maka jual-beli murabahah menjadi rusak.
Ø  Boleh membuat kesepakatan pada saat kontrak perjanjian dalam menentukan: jenis barangnya, sumbernya, harganya, spespikasi khususnya, dan memberikan kebebasan penuh bagi yang diberi pesanan dalam pengadaannya.

Ø  Begitu juga boleh menentukan keuntungan (margin) dan tenggangwaktu di saat kontrak perjanjian.
Ø  Boleh sistem pembayaran dalam murabahah dengan cara tunai/cash atau tunda/ cicil.
Setelah penulis memaparkan pengertian murabahah, baik dari pengertian klasik maupun pengertian kontemporer, ada beberapa poin-poin penting yang penulis ambil kesimpulan, di antaranya :
Ø  Sistem jual-beli murabahah yang diaplikasikan di lembaga keuangan syariah sekarang ini berbeda dari murabahah yang diperkenalkan oleh para ulama klasik, di mana murabahah dalam LKS terdiri dari tiga pelaku transaksi, yaitu :
1. Al-amiri bi syira (pemesan/ nasabah)

2. Lembaga Keuangan Syariah

3. Baai'i (pemasok).

Ø  Sedangkan murabahah kelasik hanya terdiri dari dua pelaku, yaitu:

1. Pembeli, dan

2. Penjual.


3. Landasan Syariah Murabahah


Seluruh umat Islam mengakui dan mengimani Al-Quran dan sunnah Rasulullah adalah sumber hukum, maka segala sesuatunya seharusnya dikembalikan kepada kedua sumber hukum tersebut, sebelum menggalakkan Ijtihad (mumarast al-ijtihad) yaitu memahami Al-Quran secara kreatif dan kontekstual agar dapat diterapkan (tatbiq) pada kondisi kekinianyang selalu berubah.
Secara langsung Alqur'an tidak pernah membicarakan tentang  murabahah,

hanyalah sejumlah acuan tentang jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Begitu pula halnya dengan referensi hadist, tidak ditemukannya ada hadist yang memiliki rujukan langsung kepada murabahah.
Bahkan seorang ulama kontemporer Syed Al-Kaff 11 menyimpulkan bahwa murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang tidak dikenal pada zaman Nabi atau para sahabatnya. Murabahah mulai dikomentari oleh para ulama pada seperempat pertama abad kedua Hijriyah atau bahkan lebih akhir lagi.
Maka Para Ulama membenarkan murabahah berdasar yang lain, seperti Imam Malik membenarkan keabsahannnya dengan merujuk kepada 'amalu ahli madinah (praktek penduduk Madinah) dan Para Ulama Klasik dari mazhab empat membenarkan keabsahan murabahah dengan ijma' Ulama', seperti Imam Ibnu Rusydi (Ulama Malikiyah)12, Imam Al-Kasani (Ulama Hanafiyah)13, Imam Nawai (Ulama Syafi'iyah)14, Ibnu Qudamah (Ulama Hambali )15 yang mengklaim bahwa murabahah adalah bentuk jual beli yang dibolehkan (halal) oleh mayoritas Ulama dalam bentuk Konstitusi (Ijma'), namun tidak seorangpun dari mereka secara khusus memperkuat pendapat mereka dengan satu Hadits apalagi dari Al-Qur'an.

4. Kesalahan fatal LKS dalam aplikasi murabahah


Dianggap suatu penyimpangan yang tidak bisa ditolelir dalam aplikasi murabahah pada LKS, seperti sering ditemukan berulang-ulang adalah Pengadaan/ pembelian barang pesanan tidak dilakukan oleh pihak LKS, tapi
cukup nasabah menyerahkan bukti pembelian barang yang akan di murabahah-kan, di mana hakikatnya nasabah sendiri yang telah membeli barang tersebut atas nama nasabah di faktur. LKS hanya tinggal membayar senilai yang tertera di faktur ditambah keuntungan (margin) seperti yang disepakati bersama (antara LKS dan nasabah).

Alasan penyimpangan dalam aplikasi ini adalah terjeratnya dalam praktek yang melanggar rambu-rambu syariah:
• Unsur . بيع العينه

karena LKS telah membeli barang dari nasabah dengan kontan ,lalu dalam waktu yang bersamaan LKS menjualnya kembali barang tersebut ke nasabah dengan tempo/ jangka waktu dan dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembelian. Peraktek ini dikatagorikan بيع العين di mana para ulama sepakat akan keharamanya.
• Unsur الربا

Karena LKS meminjamkan uang senilai barang yang dibeli kepada nasabah di saat itu lalu LKS mengharapkan pengembaliannya dengan tempo, dengan jumlah nominal yang lebih tinggi dari nominal pinjaman.

Maka bukan alasan dispensasi yang dapat diterima kalau ternyata melanggar rambu-rambu syariah, apalagi merubah nilai-nilai substansi syariah ( مقاصدالشريعة ), cukuplah Bani isra'il ditegur oleh Allah subhanu watala melalui bencana dan azab karena merubah substansi syariah dengan ucapan istilah خط  menjadi حطة lihat QS: Al-A'raf : 61.


4. Kiat menjaga kesyariahan بيع المرابحه للآمر بالشراء (Murabahah)


Sistem jual-beli murabahah tidak dapat dipungikir akan banyaknya manfaat nya bagi LKS, yaitu mudahnya diimplementasikan pada aktivitas pembiayaan LKS (finacing) karena sederhana, dan pendapatan yang dapat dipredeksi. Maka itulah alasan kenapa LKS yang ada di seluruh dunia didominasi produknya oleh murabahah.

Dengan demikian murabahah tetap harus dipertahankan eksistensinya dan yang lebih penting dijaga kesyariahannya, di antaranya adalah:
• Transaksi jual-beli murabahah dilaksanakan di saat barang pesanan statusnya menjadi milik penuh pihak LKS dan penguasaan standar syariah terhadap barang tersebut.
• Adanya tanggung jawab penuh terhadap barang pesanan oleh LKS dari sisi kerusakan, kadaluarsa, cacat dan lain-lain sebelum barang tersebut diterima oleh nasabah.
• Dihindari unsur kesamaran dan ketidak jelasan dalam transaksi seperti; spesifikasi barang pesanan, harga pokok barang, biaya-biaya, tenggang waktu pembayaran dan nominal cicilan

5. Penutup


Penulis menyadari, bahwa sesungguhnya terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, kekurangan ini semata karena keterbatasan kemampuan penulis, karena itu saran dan kritik konstruktif dari ikhwan fillah sangat diharapkan untuk penyempurnaan selanjutnya.
Wa Allahu 'alaam bisshawab

M.Ilyas Marwal :  Ketua Umum Pusat Studi, Kajian dan Dakwah Islam ( Puskadi ), Jakarta.  Anggota Dewan Syariah PT Permodalan BMT Ventura, Jakarta. Telpon : 021-6895 11 67 / 787 43 80 , E-mail : marwal_ 99@yahoo.com


*Disampaikan pada acara diskusi bedah Akad Murabahah yang diselenggarakan oleh BMT Center Korwil Jabodetabek ,pada hari selasa, 31 Juli 2007, di BMT Tamzis , Jakarta.

1 Lihat lampiran

2 . Hasyiyatul-Mukhtar , Ibnu Abidin : 135 / 5

3 . Al-Muhalla, Ibnu Hazem : 14/ 9

4 . adalah Bahasa Persia kalau diterjamahkan bahasa kita berarti : pada setiap 10 menghasilkan 1

5 . Badai'I As-shanai'I, Al-Kasani : 220/5

6 . sebenarnya ada beberapa ulama masyhur yang tidak sependapat dengan ijma' mayoritas ulama dalam keabsahan dan kehalalan murabah yaitu :
-Ibnu Hazem,karena beliau menganggap bahwa system murabahah hukumya adalah haram, pandangan ini dibangun dengan argument bahwa salah satu vareabel akad murabahah ada persaratan yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur'an dan dalam murabahah ada unsur ketidak jelasan ( jahalah ).
-Imam Ahmad menganggap makruh hukumnya system murabahah yang tidak jelas harga nominal barang yang dijual, hal itu merujuk kepada fatwa Ibnu Abbas, Ibnu umar , dan akrimah akan ketidak bolehan system ini karena unsur ketiadakjelasanya ( Al-jahalah ) ketika akad transaksi , penulis akan mencoba menjawab argument ini.
Dapat dilihat pada : Al-Muhalla, Ibnu Hazem : 625-626 / 9 dan Al-Mugni , Ibnu Qudamah : 102 / 4

7 . Al-Bahru raiq, Ibnu Najem : 116/ 6

8 . QS : Al-Baqarah : 16

9 .Diantaranya Ibnu Mandhzur.

10 . Tatwiir al-a'maal al-masrafiyyah, DR Sami Hamud : 192

11 . Does Islam assign any Value, syed Al kaff 118

12 . Bidayatul mujtahid, ibnu rusyd : 213 / 2

13 . Bada'I sanai' , Al-Kasany : 220 / 5

14 .Raudlat al-Thalibin : 526

15 . Al-Mugni, Ibnu Qudamah : 199: 4




0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes